e-mail: unpadhistorian15@gmail.com

Mengingat Pentingnya Persediaan Air Bersih di Hari Air Sedunia

Oleh Restu Karimah Rahmania Fauzi
180310150062

Setiap tahunnya, dunia memperingati Hari Air yang diselenggarakan pada 22 Maret. Hari Air Sedunia diselenggarakan pertama kali pada 22 Maret 1993 setelah dikeluarkan Resolusi nomor A/RES/193 pada 22 Desember 1992 oleh badan PBB. Hari Air ini diajukan oleh UNCED (United Nations Conference on Environment and Development)  atau badan PBB yang mengurusi bidang lingkungan dan pembangunan untuk mengajak publik agar memahami masalah air serta memberi dukungan terhadap konservasi air sekaligus mempromosikan dan memastikan setiap orang di dunia mendapat air bersih secara berkelanjutan.
Indonesia merupakan negara dengan peringkat sanitasi terburuk ke dua di dunia. Menurut PBB, sekitar 63 juta penduduk tidak memiliki toilet dan masih buang air besar sembarangan (http://properti.kompas.com). Hal tersebut membuktikan bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang sulit mendapat akses air bersih. Indonesia masih mengalami kelangkaan air bersih terutama di kota-kota besar. Ketersediaan air bersih di Pulau Jawa pun kurang dari standar kecukupan minimal. Ketersediaan air bersih di Indonesia sempat mengalami kenaikan hingga tahun 2007, namun kembali turun pada 2010. Hal tersebut membuat Indonesia menempati kelompok peringkat terendah dalam pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) (Prihatin,Rohani:2009:9).  Firdaus Ali, pakar hidrologi mengatakan, bahwa krisis air bersih di Indonesia muncul dari 18 tahun yang lalu. Namun, dari segi historis sejak tahun 1619 masalah kesehatan dan persediaan air bersih menjadi masalah di Hindia Belanda. Bahkan, Batavia disebut sebagai kota kematian pada 1700 karena angka kematian yang tinggi akibat penyakit. Hal tersebut menjadi awal kesadaran bagi pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan kesehatan dan sanitasi terutama di Batavia. Pada pertengahan 1800, pemerintah mulai memperhatikan kesehatan, populasi, dan persediaan air (Kooy, 2014:66). Sejak 1873-1876, tujuh sumur telah dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda di Batavia sebagai awal untuk akses terhadap air bersih. Perhatian pemerintah kolonial terhadap persediaan air bersih di Hindia Belanda meningkat setelah diberlakukan politik etis. Persediaan air melalui pipa diberikan secara gratis bagi masyarakat Batavia. Namun, setelah tahun 1926, masyarakat diharuskan membayar untuk biaya pemeliharaan. Maka dari itu, hingga akhir pemerintahan kolonial, persediaan air bersih hanya dapat diakses oleh orang-orang Eropa dan orang pribumi tertentu saja.
Pemerataan ketersediaan air bersih baru meningkat pada masa pasca kemerdekaan. Pada masa transisi pasca kemerdekaan, 1945-1950, dibangun tempat pengolahan air Pejompongan I dan II di Jakarta. Produksi air di Pejompongan I sekitar 2000 L/s sedangkan di Pejompongan II sekitar 1000 L/s. Namun, jumlah produksi air pada saat itu masih belum dapat mengatasi kebutuhan air bersih. Masalah lainnya yaitu pipa jaringan distribusi air sudah tidak layak pakai karena telah digunakan sekitar 50 tahun.
Masalah-masalah mengenai ketersediaan air bersih terus berlanjut hingga sekarang. Laju pertambahan dan perpindahan penduduk ke perkotaan serta penggunaan lahan yang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air menjadi penyebab krisis ketersediaan air bersih masa kini. Hal tersebut membuat pemerintah terus meningkatkan ketersediaan air dengan membangun 65 bendungan. Pembangunan 65 bendungan tersebut mmeningkatkan ketersediaan tampungan air di Indonesia dari sebelumnya yang hanya 12,6 miliar meter kubik yang berasal dari 230 bendungan yang sudah ada menjadi 19,1 miliar meter kubik (http://www.pu.go.id).
Pengawasan pemerintah terhadap pemanfaatan air, pembangunan infrastruktur air, serta perbaikan tata air harus dilakukan dengan ketat agar masyarakat lebih mudah mengakses air bersih. Masyarakat pun dapat membantu pemerintah dengan membayar pengadaan air bersih serta membuat sumur resapan di setiap bangunan.
Hari Air Sedunia sudah seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua mengenai tanggung jawab bersama terhadap air karena kebutuhan akan air merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi manusia. Ketersediaan air bersih dapat meningkat melalui kesadaran serta kepedulian bersama untuk membantu pemerintah serta melakukan aksi nyata untuk menyelamatkan ketersediaan air bersih karena hilangnya air bersih dapat membunuh kehidupan.

Daftar sumber :
Murakami, Saki dkk.2014.Cars, Conduits, and Kampongs: The Modernization of Indonesian City 1920-1960.Leiden: Brill Nijhoff and Hotei Publishing.
Sediawati,Edi dkk.1987.Sejarah Kota Jakarta 1950-1980.Jakarta:Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

0 komentar: