BELENGGU PENJUALAN ORANG DI INDONESIA
Oleh Dani Kusniawan
180310150051
Salah satu dampak dari adanya praktek penjualan orang adalah munculnya perbudakan. Praktik-praktik perbudakan ini muncul akibat adanya penaklukan suatu kelompok oleh kelompok yang lain atas bidang ekonomi dan politik. Secara historis praktik-praktik perbudakan telah terjadi selama berabab-abad tahun yang lalu, seperti contoh pada 1300-an orang-orang kulit hitam Afrika dibeli atau ditangkap dari negara-negara Arab Afrika untuk dijadikan budak selama bertahun-tahun. Pada 1700-an di Amerika perbudakan merupakan suatu hal yang biasadijumpai di keluarga-keluarga kaya dan bukan merupakan suatu kejahatan, bahkan perbudakkan menjadi sistem yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kolonial disana. Hal ini terjadi karena budak merupakan tenaga kerja yang penting untuk mengurus ladang pertanian yang menghasilkan komoditas penting yang diperdagangkan oleh kolonial. Biasanya setiap perkebunan merupakan satu desa kecil yang diisi oleh 200 orang budak dimiliki oleh satu keluarga (Canu, 1953: 55-57).
Praktik-praktik yang serupa juga terjadi di Indonesia akibat dari adanya kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda. Dalam suatu berita disebutkan para pembesar VOC yang hidup di kota-kota pelabuhan seperti di Batavia memiliki ratusan budak belian untuk melayani hidup mewah mereka. Disebutkan juga pada abad 18, perbudakan menjadi suatu hal yang biasa bahkan budak dijual dalam suatu pelelangan.
Perbudakan dan penjualan orang mulai dianggap suatu kejahatan diakibatkan munculnya wacana Hak Azasi Manusia (HAM) yang pertama kali muncul di Eropa dan Amerika, dengan mengasilkan beberapa konvensi anti perbudakan dan eksploitasi tenaga manusia yang akhirnya berkembang keseluaruh dunia termasuk ke Indonesia. Akan tetapi realita yang terjadi di lapanga sungguh berbeda, praktik-praktik perbudakan masih berkembang subur di kalangan masyarakat tidak terkecuali di Indonesia. Indonesia yang merupakan salah satu negara terbesar di Asia sebagai pengirim tenaga kerja kasar dan pembantu rumah tangga, sangat rawan menjadi korban penjualan orang (Human Trafficking) bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI). Korban dari penjualan orang ini tidak mengenal batas gender maupun umur. Hubungan yang terjalin antar pelaku dan korban bisa saling mengenal, tidak kenal, atau diperkenalkan oleh perantara. Pelaku dan korban dapat berupa perorangan, kelompok ataupun masyarakat.
Faktor-faktor yang mendukung adanya perdagangan manusia adalah adanya permintaan tenaga kerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keterampilan khusus, mau dibayar dengan upah yang murah, dan juga tidak memerlukan perjanjian kerja yang rumit. Kasus-kasus yang sering terja di dalam penjualan orang di Indonesia adalah eksploitasi terhadap buruh migran, ekploitasi seksual, kawin kontrak, pemalsuan dokumen, dan penculikan untuk transpalansi organ tubuh. Bentuk-bentuk eksploitasi tersebut biasanya berawal dari penjeratan hutang, walaupun kenyataannya terdapat modus lain tetapi modus menggunakan penjeratan hutanglah yang sering banyak digunakan. Adapun tujuan perdagangan orang yang dilakukan pelaku yaitu:
· Eksploitasi pekerja, biasanya korban didominasi oleh pekerja anak-anak dibawah umur, walaupun tak jarang laki-laki dewasa juga menjadi korban. Desakan ekonomi menjadi alasan yang sangat dominan pada kasus ini. Para korban biasanya ditempatkan bekerja sebagai pekerja kasar dalam bidang industri. Contoh kasus yang terkenal dalam eksploitasi pekerja adalah kasus perbudakan sebagai anak buah kapal PT. Pusaka Benjina Resource (PBR) di Maluku. Kasus ini merupakan salah satu kasus penjualan orang secara internasional karena korban tidak hanya berasal dari Indonesia melainkan berasal dari negara-negara Asia Tenggara lain seperti Myanmar dan Thailand. Para korban dipaksa untuk bekerja hampir 24 jam sehari sebagai awak kapal tanpa digaji dengan layak bahkan banyak korban yang meninggal akibat perbudakan ini. Modus yang digunakan oleh pelaku adalah mengiming-imingi pekerjaan dengan gaji yang menggiurkan bagi para korban.
· Ekploitasi seksual, korban biasanya adalah perempuan dan remaja putri. Alasan memperbaiki perekonomian dengan dibarengi keinginan hidup konsumtif menjadi faktor yang utama, alasan lain adalah sebagai usaha untuk terlepas dari kemiskinan secara cepat, modus lain adalah pengiriman duta budaya keluar negri. Korban biasanya dijanjikan untuk bekerja di kota besar dengan bayaran yang tinggi akan tetapi dalam kenyataannya korban di jual keluar negri sebagai pekerja seks atau disalurkan kewilayah pedalaman di Indonesia (biasanya di tempat-tempat pertambangan dan perkebunan) untuk dijadikan budak seks. Contoh kasus ini adalah seperti kasus yang dialami oleh Shandra Woworuntu. Ia merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban perbudakan seks di Amerika. Modus yang dilakukan oleh pelaku adalah menawarkan pekerjaan sebagai crew hotel dengan gaji yang sangat besar.
· Perkawinan kontrak
· Adopsi anak yang biasanya berujung pada transplantasi organ
Dari data yang ada diatas dapat kita ketahui bahwa modus-modus yang digunakan oleh pelaku rata-rata belatar belakang ekonomi seperti menawarkan pekerjaan. Modus lain yang sering digunakan oleh para pelaku adalah melakukan upaya penjeratan kepada korban baik secara terang-terangan maupun secara halus yang berupa cerita-cerita tentang kesuksesan, bantuan ekonomi, memberikan pinjaman yang akhirnya berubah menja dihutang yang mengikat korban. Selain itu, pelaku juga tidak jarang melakukan kerjasama dengan pihak sekolah untuk merekrut pelajar-pelajar sekolah untuk magang di perusahaan yang direkomendasikan pelaku seperti hotel, restauran, yang sebenarnyafiktif.
Dampak dari perdagangan orang ini menimbulkan kerugian secara fisik maupun mental pada korban seperti kegelisahan, depresi, kesepian, rasa curiga, sinisme, dikucilkan dari masyarakat, penyiksaan yang dialami korban selama proses perekrutan, pemindahan, dan ditempat kerja dan lain-lain (Lapian, 2006:61-65).
Pemberantasan perdagangan manusia merupakan pekerjaan rumah yang belum selesai sampai sekarang ini di Indonesia. Selain karena kasus perdagangan manusia ini melibatkan jaringan yang sangat rapi dalam pengoperasiannya, juga adanya ketidaksadaran korban telah dirugikan oleh pelaku. Kasus seperti ini hanya akan di ketahui jika ada laporan dari korban, keluarga korban, atau lembaga yang peduli terhadap korban penjualang orang. Sehigga kasus ini sebagai fenomena gunung es yang hanya muncul kepermukaan jika ada laporan yang dilakukan. Tak jarang banyak korban yang merasa tidak dirugikan akibat adanya penjualan orang yang dialaminya, dan inilah yang menjadi penghambat dalam memutus rantai perdagangan orang di Indonesia. Beberapa upaya yang dapat digunakan untuk menekan terjadinya perdagangan orang yaitu:
· Peningkatan kualitas dan pemberdayaan bagi calon korban baik pemahaman keagamaan, moral, pendidikan, dan juga pemberdayaan ekonomi.
· Pemberdayaan ekonomi keluarga dan masyarakat
· Pemberdayaan tingkat pendidikan masyarakat
· Penegakan dan regulasi hukum yang jelas mengenai penjualan orang
· Kerja sama diantara masyarakat untuk mencegah terjadinya penjualan orang
Daftar Sumber:
Canu,Jean. 1953.SejarahAmerikaSerikat, Pustaka Rakyat: Jakarta
Gosita, Arif. 2004. Masalah Korban Kejahatan. Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia: Jakarta.
Lapian.Gandhi LM. &Hetty A. Geru. 2006. Trafficking Perempuandan Anak-Anak, Penanggulangan Komprehensif Studi Kasus Sulawesi Utara. YayasanObor: Jakarta.
3 komentar: