e-mail: unpadhistorian15@gmail.com

TURUNNYA REZIM SOEHARTO

Nur Muhamad Adzan
180310150040

Pada Mei 1998 yang merupakan peristiwa terburuk sepanjang sejarah di Indonesia, seperti tragedi Trisakti  yang  dikutip dalam buku “Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto” bahwa peristiwa 12 Mei yang kemudian dikenal dengan tragedi Trisakti. Dalam peristiwa ini gugur beberapa mahasiswa yang memperjuangkan reformasi. Mereka adalah mahasiswa Usakti (Wardaya, 2007, hal. 270) Peristiwa ini berawal dari jatohnya nilai rupiah terhadap dollar. Berawal dari Rp 2.000/USD disulap menjadi 15.000/USD yang menyebabkan terjadinya kemiskinan dimana-dimana dan pada saat itu Indonesia mengalami krisis ekonomi paling parah se Asia Tenggara dan ditambah dengan rezimnya Presiden Soeharto yang mengakibatkan kaum muda ingin menurunkan Presiden Soeharto dan mengganti dengan kabinet reformasi.
 Pada tanggal 12 Mei 1998 segenap civitas akademika Universitas Trisakti yang terdiri dari mahasiswa, dosen,  kariawan, pejabat kampus, dan bahkan sampai alumnus mencapai sebanyak 6.000 massa, massa berkumpul di pelataran parkir depan gedung M Universitas Trisakti. Mereka menurunkan bendera Merah Putih setengah tiang sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan dengan mengheningkan cipta, kemudian melakukan orasi-orasi. Tak lama kemudian massa tersebut akan menuju ke gedung DPR MPR di Senayan Jakarta. Ketika baru berjalan sekitar 300 meter dari gerbang Universitas Trisakti, tiba-tiba dihadang pasukan Komandan Kodim Jakarta Barat. Barisan paling depan merupakan mahasiswi yang membagikan tangkai-tangkai bunga mawar kepada aparat yang berjaga. Aksi yang dilakukan massa berlangsung secara damai. Mahasiswa dan aparat sepakat bahwa pada pukul 17.00 WIB untuk membubarkan diri.
  Ketika massa tersebut berpulang menuju Universitas Trisakti, tiba-tiba terdengar suara letusan tembakan yang menyebabkan massa menjadi tidak tertib dan berlarian kesana kemari untuk menyelamatkan diri. Mahasiswa pada barisan belakang pun dipukuli oleh pihak aparat dan tak luput juga wartawan, wartawan dipukuli juga oleh pihak aparat. Pasukan Huru Hara Brimob dan Tim Gegana Bersepeda Motor bersiaga dan turut menembak kepada arah massa maka korban-korban pun bermunculan, Korban terluka dan bahkan ada korban yang sampai meninggal. Menurut data yang terdapat pada Rumah Sakit Sumber Waras, terdapat  empat mahasiswa yang meninggal dunia akibat tembakan yang berasal dari aparat. Korban Meninggal tersebut tertembak pada dada, leher, punggung, dan bahkan dari jidat tembus sampai ke belakang. Korban meninggal itu tertembak dalam kampusnya sendiri yang mana fungsi kampus sebagai tempat pendidikan lalu disulap dengan cepat menjadi tempat pembunuhan yang begitu kejam, dilakukan yang katanya sebagai pihak keamanan negara. Korban meninggal tersebut bernama Elang Mulia Lesmana dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan jurusan Teknik Arsitektur angkatan 1996, Hafidhin Royan dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan jurusan Teknik Sipil angkatan 1996, Hery Hartanto dari Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin angkatan 1995, dan Hendriawan Sie dari Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen angkatan 1996. Aksi penembakan yang dilakukan oleh aparat terhadap mahasiswa berakhir reda pada pukul 20.00 WIB. Dampak dari penembakan tersebut menimbulkan kerusuhan-kerusuhan besar di Jakarta dan daerah-daerah lainnya di Indonesia.
   Sehari setelah kejadian itu, bertepatan pada tanggal 13 Mei 1998, menimbulkan kerusuhan yang dijadikan korbannya merupakan dari etnis Tionghoa. Tak ada hujan tak ada angin, tiba-tiba terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh orang-orang  yang tak diketahui identitasnya, mereka melakukan provokasi kepada warga-warga agar selain toko milik pribumi di bumihanguskan, dibakar, dirampas dagangannya lalu memukulinya, dan tak luput juga perempuan yang berasal dari etnis Tionghoa di perkosa oleh orang-orang yang tak berakal itu. Maka banyak dari kalangan etnis Tionghoa melarikan diri untuk berpulang kekampung halamannya dan ada juga yang diajak penduduk pribumi beragama muslim untuk sementara bersinggah didalam masjid yang wilayahnya itu termasuk kedalam zona aman dari kerusuhan tersebut. Ketika berlangsungnya peristiwa ini, Presiden Soeharto sedang berada di  Kairo, Mesir. Untuk menghadiri acara G-15 pada tanggal 13-14 Mei 1998. Ketika Presiden dinas keluar negeri, maka untuk mengganti posisi kepresidenan di Indonesia untuk mengurusi dalam negeri diserahkan penuh kepada Wakil Presiden yang dijabat oleh BJ Habibie. Pada tanggal 14 Mei 1998, aparat pun turun tangan kedaerah-daerah yang menjadi tempat kerusuhan itu.
    Tanggal 18 Mei 1998, 70 perwakilan BEM di seluruh Jakarta melakukan aksi damai ke gedung DPR MPR. Massa diperkenankan masuk, akan tetapi belum diizinkan untuk menemui Ketua MPR yang saat itu dijabat oleh pak Harmoko. Karena pimpinan dewan ketua dan wakil ketua mengadakan rapat secara singkat lalu mempublikasikan hasil rapat tersebut secara umum tentang pemberhentian Presiden Soeharto. Maka perwakilan BEM seluruh Jakarta tersebut memutuskan untuk menginap di Gedung DPR MPR. Tanggal 19 Mei 1998, mahasiswa menambahkan massanya untuk melakukan aksi damai di gedung DPR MPR yang berasal dari BEMSI. Tak lama kemudian, gerbang gedung DPR MPR yang tertutup dan dijaga ketat oleh aparat, tiba-tiba dibuka secara lebar-lebar dan akhirnya massa masuk kedalam lingkungan DPR MPR. Lalu Ketua MPR meresmikan hasil keputusan para dewan yang dlakukan pada tanggal 18 Mei 1998 untuk memberhentikan Presiden Soeharto.
     Pada tanggal 20 Mei 1998, pak Harmoko berpidato ditengah massa mahasiswa dan mengemukakan bahwa Presiden Soeharto tak lama lagi akan segera dicabut statusnya sebagai Presiden Republik Indonesia. Bertepatan pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyerahkan jabatannya didepan ketua, dan pimpinan parlemen Mahkamah Agung dan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa ia menyerahkan jabatannya kepada Wakil Presiden BJ Habibie. Sesuai dalam pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, ”Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.”

Daftar Pustaka:


Buku:
Wardaya, B. T. (2007). Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto. Yogyakarta: Galangpress.
Undang-Undang Dasar 1945 (versi amandemen)

EBook:
https://books.google.co.id/books?id=NjGdBQAAQBAJ&pg=PA51&dq=tragedi+trisakti&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=tragedi%20trisakti&f=false (Diakses pada 31 Maret 2017 pukul 20.00 WIB)

Internet:

Film:
Di balik 98, Sutrada: Lukman Sardi, 15 Januari 2015

0 komentar: