e-mail: unpadhistorian15@gmail.com

Peran Kita dalam Membebaskan Bangsa dari Budaya Korupsi

Oleh Khodijah Al-Hafidzah
180310120025



Bangsa Indonesia bangsa yang kita cintai, di negara manapun kita merantau selalu yang dirindu adalah tanah air Indonesia. Bangsa yang sejak dulu diperjuangkan dengan peluh dan darah para patriot, serta dipertahankan kebebasannya dengan susah payah oleh para pendahulu kita yang berjasa. Kini, apa yang telah dan akan kita lakukan untuk bermanfaat bagi bangsa Indonesia ini?. Coba kita lebih teliti lagi dengan semua pemberitaan dan kabar mengenai negeri kita tercinta, setumpuk masalah yang menghadang dan mengancam kedaulatan negeri kita, meski pada kenyataannya kebanyakan dari kita merasa tidak ada apa-apa, tenang, dan nyaman saja Tentu saja, Indonesia negeri yang kekayaannya melimpah ruah, Gemah ripah loh jinawi yang didengung-dengungkan bangsa ini sebagai bentuk kebanggaan sekaligus rasa syukur terhadap karunia Tuhan. Akan tetapi mengapa Indonesia tidak menjadi negara maju, bahkan menjadi negara terkaya saja tidak, apa yang menghalangi?, serta yang lebih miris lagi mengapa Indonesia yang katanya kaya ini bisa punya hutang banyak?. Belakangan ini malah Raja Salman dari Kerajaan Arab Saudi memberikan pinjaman berupa investasi kepada negeri kita? Apakah tidak seharusnya Indonesia yang hijau dan subur tanahnya justru sangat membuat cemburu Arab Saudi yang sebagian wilayahnya adalah gurun yang tandus?, pada akhirnya Arab Saudi memilih Indonesia sebagai tanah subur juga untuk berinvestasi. Lalu, dilanjutkan dengan masalah yang mengancam disintegrasi bangsa. Bangsa yang beragam suku dan budaya serta kepercayaan agamanya ini bisa-bisanya dipecah belah oleh sejumlah pihak yang sesungguhnya punya kepentingan-kepentingan dan tidak bertanggung jawab atas perpecahan yang terjadi, seperti yang belakangan terjadi. Dengan kata lain, bangsa yang besar ini kini menjadi objek daripada kekuasaan asing maupun bagi kepentingan sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab, atau lebih parahnya malah sedang dikerjai oleh mereka-mereka yang sesungguhnya ingin mengancam kedaulatan negeri. Sama-sama kita tahu bahwa keadaan sebuah negeri tergantung SDM (sumber daya manusia)-nya, maka sering kita jumpai negara-negra dengan iklim dingin yang menggigit serta sumber daya alam yang pas-pasan malah menjadi negara maju, kiblat daripada tekonologi dunia, tendsetter fashion internasional, negara dengan tingkat kemiskinan terendah di dunia, mereka dapat menjangkau predikat tersebut oleh karena di negaranya banyak SDM yang mumpuni, punya keahlian, dan prestisius di bidangnya, sehingga membawa nama bangsa mereka sebagai yang unggul. Jadi, semua tergantung kepada masyarakatnya, sumber daya manusianya. Jika bangsa Indonesia punya beribu-ribu pulau yang kaya sumber daya alamnya, apalah artinya? Itu semua hanya benda mati, maka manusianya lah yang mengelolanya. Sumber daya manusia tak hanya dilihat dari keahlian atau kecerdasannya saja, tetapi lebih jauhnya manusia yang berakhlak dan berbudi luhurlah yang membawa sebuah bangsa menjadi unggul.
Berbicara tentang sumber daya manusia dan negara erat kaitannya dengan perilaku kolektif dalam suatu negara, khususnya pemerintah. Lebih fokus pada permasalahan, perilaku kotor yang membudaya di negeri kita Indonesia, yaitu korupsi. Sejatinya korupsi sudah dikenal dan diamalkan oleh para petinggi sejak zaman dahulu kala, sebut saja penjarah pertama sumber daya bangsa ini, VOC (Vereegnide Oost Indische Compagnie). VOC berakhir disebabkan korupsi yang dilakukan para anggota di dalamnya, akhirnya VOC bangkrut. Tak lama kemudian datanglah pemerintahan Hindia Belanda, para pegawai pemerintahan Belanda, bahkan pribumi yang menjabat sebagai bupati, dan juga para priyayi dan tuan tanah kerapkali melakukan korupsi yang menyebabkan penderitaan para petani yang kerja rodi untuk memasok komoditas ekspor pemerintahan Hindia Belanda (Vlekke, H.M. Bernard, “Nusantara”, Johannes Van Den Bosch :327). Ratusan tahun sejak Hindia Belanda, telah banyak pejabat pribumi yang membudayakan korupsi.
Melihat dinamika korupsi, dari masa ke masa, zaman orde lama, orde baru ,sampai reformasi tidak banyak berubah, pelaku, penyebab terjadinya, dan objek yang dikorup, masih menggambarkan kasusyang serupa. Orde lama adalah masa dimana Indonesia baru meraih kemerdekaan, meskipun setelah meraih kemerdekaan, banyak hal yang terjadi hendak menyeret bangsa ini kepada kolonialisme yang dulu pernah terjadi, sehingga jatuh-bangunnya stabilitas negara terjadi pada masa ini, maka segala aspek yang mendukung bangsa ini menjadi sebuah negara baru mulai dirintis dari mulai undang-perundangan, sistem demokrasi, strategi pembangunan ekonomi negara, strategi politik, hubungan internasional dan lain sebagainya mengalami dinamika yang berarti. Selain dari nasib pertama merdekanya bangsa ini dari tangan penjajah, juga ternyata korupsi di zaman orde lama tidak separah orde berikutnya, yakni orde baru. Setelah kondisi Indonesia mulai stabil, masa kepemimpinan Ir. Soekarno sebagai presiden pertama Republik Indonesia pun bergulir kepada pihak militer di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto berdasarkan TAP IX/ MPRS/ 1966 (Nugroho Notosusanto : 558) . Pada masa ini kekhasan kepemimpinan seorang militer sangat terlihat jelas, terlebih ketika Dwifungsi ABRI diberlakukan (Sejarah Nasional Indonesia VI : 605) kondisi Indonesia hampir dalam semua aspek jelas lebih stabil, dalam hal ekonomi Indonesia berhasil meraih berbagai prestasi misalnya ketika Indonesia dinobatkan sebagai negara swasembada pangan berkat pelaksanaan REPELITA, sehingga kebijakan yang dikeluarakan pemerintah pada April 1974 tersebut berhasil menurunkan laju inflasi sehingga pemerintah dapat melanjutkan kegiatan pembangunan sesuai sasaran yang ditentukan (Arifin M. Siregar, 2007 : 115). Selain dengan segala kemenangan yang dicapai oleh pemerintah dan juga peran militer dalam pengendalian masyarakat membuat masa orde baru bisa meredam kritik masyarakat terhadap aib pemerintah saat itu, selama tiga puluh enam tahun lamanya. Dengan membredel media, pers dibungkam, para reformis ditangkap, sehingga kian lama kian akut budaya korupsi yang diderita di ranah pemerintah masa itu. Masalah yang sampai pada akhirnya belum terpecahkan ternyata adalah dampak dari kebijakan pada masa orde baru sangat membuat masyarakat gelisah. Pada masa sebelumnya Indonesia sangat membutuhkan bantuan dari luar negeri untuk melunasi hutang yang ternyata adalah hutang dari masa orde lama yang belum terbayarkan, oleh karena itu Indonesia mendapat bantuan berupa kredit dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), lalu International Monetary Fund (IMF), dan International Development Agency (IDA) (Soedradjat Djiwandono : 15). Kemudian dengan diperbolehkannya investasi asing masuk ke Indonesia, dan malahan dengan banyaknya investasi asing dan pinjaman dari kreditur luar negeri akhirnya menggerogoti kekayaan negeri sendiri dan juga hutang kepada luar negeri dengan bunga yang menjadikan hutang-hutang tersebut sangat besar dan belum terbayar hingga hari ini. Bukan berarti habis gelap timbul terang ketika masa Orde Baru berakhir, ternyata setelah Indonesia mengakhiri masa orde baru dengan reformasi yang berapi-api untuk menggulingkan rezim orde baru. Pemerintahan pun bergulir kepada B.J. Habibie sebagai presiden dan sebagai tanda rezim orde baru telah berakhir. Maka dimulai lagi masa dimana demokrasi berkibar, pers dan media massa berkoar, yang sebenarnya pada masa setelah rezim sebelumnya berakhir Indonesia tidak juga mengalami banyak perubahan. Ketika perekonomian Indonesia mengalami krisis moneter dan pemerintah berupaya bangkit dari keterpurukan yang kemarin dialami, lambat laun kondisi Indonesia mulai stabil, keadaan masyarakat terutama dalam mengartikan hidup dalam negara demokrasi juga lebih baik dalam upaya kritis terhadap keberjalanan pemerintahan yang bersih dan transparan. Akan tetapi bukannya menyembuhkan kondisi negara yang banyak berhutang malahan kondisi pemerintah pada masa setelah reformasi justru juga tidak kalah gila kasus korupsinya, meskipun pemerintah selalu berusaha mencegah kebocoran keuangan dalam negeri dengan membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hingga hari ini kasus mega-korupsi E-KTP oleh sejumlah pejabat dan Partai yang menurunkan kepercayaan pemerintah dalam mengurus negeri. Kondisi Indonesia saat ini terjerat oleh perilaku korup, yang sebenarnya ancaman besar bagi kedaulatan bangsa. Sebuah bangsa atau negara sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang menopangnya, karena dengan kecukupan ekonomi negara tersebut bisa mencukupi kebutuhannya. Jadi apabila dalam negara tersebut korupsi merajalela adalah kemungkinan awal kehancuran bangsa, mulai dari kemiskinan yang dialami rakyat, keamanan dan kedaulatan pun terancam seperti yang terjadi belakangan ini.
Oleh karena itu perlaku korupsi di lini manapun harus dibasmi. Segala upaya dilakukan, pemrintah maupun rakyat, demo anti-korupsi dimana-mana diteriakkan, nasehat agar tidak korupsi pun disekolah manapun diajarkan. Hari ini kita sangat dibuat bingung oleh berbagai peristiwa, kita bingung akan mengandalkan siapa untuk hari ini dan esok mendatang. Setiap pihak, partai, pejabat,kaum akademisi, para ibu, pemuka adat, pemuka agama, dan para pemuda, mungkin punya cara masing-masing untuk mencegah terjadinya korupsi. Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada pemerintah dan bahkan semua pihak, akibatnya proses penegakkan hukum tidak berjalan lancar, negara sulit untuk mencapai cita-citanya. Kita harus mengandalkan siapa untuk mengubah masa depan negeri ini, karena pemerintah dan para pejabat seringkali malah membuat rakyat menderita?. Jawabannnya ada pada diri kita masing-masing. Kita generasi penerus harus punya kesadaran sebagai subjek, karena sejatinya kita juga pemilik negeri ini, dan kitalah yang akan bergerak.
Kuncinya, semua kembali pada diri kita. Bangsa kita adalah diri kita. Jika kita hanya mampu berkomentar tentang ini dan tentang itu tanpa tindakan pembuktian akan solusi yang kita tawarkan. Maka sampai kapan kita menunggu sang ratu adil datang mengubah nasib bangsa ini?  Semua itu pun tak lepas dari status dan peran yang kita jalani setiap hari. Jika hari ini kita seorang ibu rumah tangga, perankanlah seorang ibu rumah tangga yang bijak mendidik anak dengan sebaik-baiknya agar menjadi orang yang jujur, dapat dipercaya, bijak, bertanggung jawab. Jika hari ini kita mengemban amanah sebagai pemimpin, maka sadarkanlah diri kita selalu agar meneladani sosok pemimpin yang bijak dan tidak rakus, selalu berusaha menerapkan keadilan, bersikap baik dan teladan, dan sebagai pemimpin yang paham bahwa kepemimpinan adalah bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya, serta selalu berusaha meneladani pemimpin yang amanah dan adil juga sangat menghindari menjadi sosok pemimpin yang nikmat hidupnya dengan menghisap kekuasaan yang bukan haknya. Jika hari ini kita mengaku sebagai kaum pemuka agama, maka kita harus sadar untuk setia dalam mendidik masyarakat agar kuat iman dan takwanya tanpa memisahkan nilai-nilai agama dengan ilmu pengetahuan, dan teknologi agar masyrakat mengerti bahwa mengelola negeri ini dibutuhkan tidak hanya pengetahuan dan kecerdasan saja, tetapi juga akhlak yang luhur. Jika hari ini kita berperan sebagai orang yang sudah lanjut usia, jangan menyimpulkan diri kita tidak bisa atau tidak berhak memainkan peran dalam merevolusi nasib bangsa ini, setidaknya kita dapat berwasiat untuk anak cucu kita agar selalu konsisten dan teguh berpegang pada nilai-nilai yang baik dan menjaga terus cita-cita bangsa untuk mengobati luka ibu pertiwi. Apalagi jika hari ini kita menyandang status sebagai pemuda, dan sindiran bagi yang mengaku dirinya sebagai kaum intelektual yang mengerti ilmu dan lebih lama mengenyam pendidikan, sudah waktunya kita menjadi agent of change yang revolusioner mengubah nasib bangsa ini, walaupun semua sangat berperan dalam mengubah nasib bangsa ini, namun keberadaan para pemuda sebagai eksekutor adalah hal yang sangat penting. Hari ini kiranya bukan waktunya para pemuda bersilat lidah, berdebat yang memunculkan permusuhan, tawuran karena membesar-besarkan masalah kecil, menebar berita-berita yang mengancam integritas bangsa padahal cuma membesar-besarkan asumsi, atau meneriakkan keinginan-keinginan serta kritik dan protes kepada pejabat negara dengan demonstrasi anarkis. Dengan membentuk karakter pemuda yang teladan, berakhlak dan punya cita-cita luhur serta amanah apabila diberi tanggung jawab adalah upaya yang tepat dalam mensyukuri nikmat sebagai duta bagi bangsa Indonesia. Perlu kita ingat, setiap peran punya tanggung jawab. Maka peran kita hari ini adalah cara kita mengubah kondisi bangsa ini, karena setiap diri kita punya potensi dalam memerankan fungsi dalam setiap aspek. Korupsi yang menjamur di ranah pemerintahan negeri tercinta adalah tanggung jawab kita, mulai detik ini kita harus hidup menjadi subjek yang mempelopori semua perubahan, kemajuan dan kehidupan. Mau tidak mau, dan dengan kesadaran yang penuh, serta kerjasama yang dijunjung rasa persaudaraan dan persatuan mudah-mudahan usaha kita sekecil apapun itu tetap bermanfaat untuk perbaikan nasib bangsa ini, kita harus mengakui setiap kita bisa diandalkan. Dengan membebaskan bangsa ini dari perilaku korup, niscaya negeri kita ini akan menjadi bangsa yang unggul.

0 komentar: