e-mail: unpadhistorian15@gmail.com

Bandung Bermartabat, Seharusnya Bersahabat

Oleh Hikmana Arafah Wiryandara
180310150064


Antrian kendaraan di Jl. Ir. H. Djuanda, Dago. Sumber: pikiran rakyat
Bandung, kota dan kawasan metropolitan di jantung Jawa Barat.  Sebagai “ibu kota” propinsi Jawa Barat, Bandung memang dikenal sebagai pusat ekonomi dan bisnis, selain itu Bandung juga terkenal akan destinasi wisatanya yang beragam. Kalau boleh dibilang, apa yang kurang dari kota ini? semuanya serba ada, semuanya ada di Bandung. Mau berwisata kuliner? di Bandung banyak memiliki destinasi kuliner untuk memanjakan lidah dan perut, mulai dari yang kaki lima hingga yang bintang lima. Ingin memenuhi hasrat untuk berbelanja? Bandung punya banyak pusat perbelanjaan dari sentra-sentra pengrajin hingga pusat-pusat perbelanjaan yang wangi dan berpendingin. Wisata Alam? Kita tinggal pergi ke daerah Bandung Utara dan Selatan, di sana kita dapat menikmati indahnya alam pegunungan bumi pasundan.
Menyandang predikat-predikat tersebut, membuat Bandung padat oleh penduduk, pendatang dan wisatawan. Bandung selalu padat di setiap harinya, terutama pada hari-hari kerja di jam berangkat dan pulang, jalan-jalan selalu dipadati oleh antrian kendaraan. Begitu pula pada akhir pekan atau pada saat libur panjang, ramai wisatawan yang habiskan akhir pekan atau masa liburannya di kota yang bergelar Paris van Java ini.
Kemacetan banyak dijumpai di jalan arteri yang menghubungkan Kota Bandung dengan kawasan penyangga di sekitarnya. Dari Bandung Timur, simpul kemacetan terjadi di jalan raya Cinunuk, selepas bundaran Cibiru mengarah ke Cileunyi, begitu juga arah sebaliknya bila pagi dan sore hari. Dari Bandung Selatan, kemacetan terjadi di ruas jalan raya Bojongsoang hingga simpang terusan Buah Batu-Soekarno Hatta; jalan raya Dayeuhkolot hingga simpang terusan Moh. Toha-Soekarno Hatta; jalan raya Kopo hingga simpang Kopo-Soekarno Hatta. Dan dari barat, antrian kendaraan mulai dapat dijumpai dari Pasar Padalarang hingga Bundaran Elang.
Belum lagi, bila akhir pekan atau libur nasional jalan-jalan di Kota Bandung selalu padat oleh kendaraan, baik itu warga Bandung sendiri maupun wisatawan. Pada akhir pekan, kawasan-kawasan wisata layaknya patut dihindari bila ingin terhindar dari kemacetan, seperti di jalan Dago, jalan Ciumbuleuit, jalan Dr. Setiabudhi, jalan Sukajadi, dan lainnya. Kawasan perbelanjaan juga dapat menjadi penyebab kemacetan seperti di jalan L.L.R.E. Martadinata atau jalan Riau, jalan Otto Iskandar Dinata (Otista) di kawasan Pasar Baru hingga simpang Tegallega, jalan Braga, jalan Cihampelas, dan lainnya.
Kemacetan di Bandung sendiri ditengarai karena tidak mampunya pertumbuhan infrastruktur jalan raya mengimbangi peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Tingginya jumlah kendaraan bermotor juga merupakan dampak dari tingginya jumlah penduduk di Kota Bandung dan sekitarnya. Tingginya angka kependudukan di wilayah Bandung Raya (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang) mencapai angka 8.670.501 jiwa (2011). Angka tersebut setara dengan 18% dari total penduduk Jawa Barat, menjadikan kawasan Bandung Raya menjadi kawasan Metropolitan terbesar ketiga setelah Jabodetabek dan Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan) di Jawa Timur. Di Kota Bandung sendiri, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung tahun 2015, jumlah penduduk Kota Bandung mencapai angka 2.481.114 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat ini dibarengi pula oleh  pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung, jumlah kendaraan bermotor (pribadi) menembus angka 1.413.114 pada tahun 2013. Data tersebut menunjukkan jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2013 di Kota Bandung melebihi setengah dari jumlah penduduk Kota Bandung pada tahun 2015. Ini berarti pada tahun 2015, jumlah kendaraan bermotor akan terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Kemacetan merupakan masalah serius yang dihadapi oleh kota-kota besar di pulau Jawa khususnya, mengingat lebih dari 55% populasi penduduk Indonesia berada di Jawa. Masalah-masalah yang dihadapi itu dapat berupa; kemacetan dapat menyumbang gas karbon monoksida dalam jumlah besar ke udara, yang tentunya berdampak pada lingkungan dan kesehatan masyarakat yang tinggal dekat dengan lokasi kemacetan; masalah kesehatan, di mana terjebak dalam keadaan berhenti dalam waktu yang lama dapat memicu stress akibat lama menunggu hingga resiko terkena serangan jantung. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, kemacetan di pintu keluar tol Brebes Timur, berdampak pada meninggalnya 13 orang pemudik yang terjebak dalam antrian kendaraan keluar tol Brebes Timur; kemacetan juga turut andil dalam menguras konsumsi baham bakar yang dapat berdampak pada naiknya anggaran belanja untuk konsumsi bahan bakar. Itu dari konsumsi bahan bakar saja, belum anggaran belanja untuk perbaikan infrasturktur jalan, juga untuk kesehatan masyarakat.  
Hingga saat ini, solusi untuk mengatasi kemacetan dalam jangka waktu yang pendek bisa dibilang masih sangat sulit. Perbaikan dan penambahan infrastruktur jalan raya dan pengoptimalan angkutan publik tentunya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang digadang-gadang akan mengurangi beban jalan raya, hingga saat ini pun masih terhambat pengerjaannya terkait masalah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) beberapa kabupaten dan kota yang nantinya dilalui oleh kereta cepat ini. Pemerintah khususnya Kementrian Pekerjaan Umum (PU) belum menemukan solusi kongkrit yang dapat memecahkan masalah tersebut. Di Jakarta saja, berbagai upaya sudah dilakukan, seperti wacana pemberlakukan ganjil-genap nomor kendaraan, sistem 3 in 1, upaya pengoptimalan  Bus Rapid Transit (BRT) Transjakarta, peningkatan pembayaran pajak bagi kendaraan. Dari sekian upaya Pemprov DKI Jakara, hanya beberapa yang berjalan meskipun belum secara signifikan mengurai kemacetan secara signifikan. Pemkot Bandung sendiri juga telah memikirkan cara mengatasi kemacetan, salah satunya dengan program Bus Rapid Transit (BRT) yang terdiri atas; Bus Sekolah, Trans Metro Bandung, dan Trans Bandung Raya yang banyak tersedia untuk mengakomodir kebutuhan akan transportasi publik yang aman dan nyaman.
Bandung yang menjadi favorit bagi warga Eropa pada masa kolonial, karena hawanya yang sejuk dan udaranya yang bersih. Maka tak heran, bila orang-orang Eropa “betah” tinggal di Bandung, mengingat kondisi alamnya yang memang “bersahabat” bagi orang-orang Eropa. Namun kini, dengan kondisi lalu lintas yang semrawut dan kemacetan merajalela, apakah Bandung masih dapat dikatakan bersahabat bagi warganya? Ataukah warganya sendiri yang acuh tak acuh terhadap kondisi Bandung saat ini? Rasanya perubahan tidak akan terjadi bila tidak kita mulai dari diri sendiri. Untuk itu, mari kita dukung upaya Pemprov Jabar, khususnya Pemkot Bandung, dalam upaya untuk mengurangi tingkat kemacetan di Kota Bandung.


Referensi:
http://www.pu.go.id/isustrategis/view/24, diakses pada 1 April 2017




0 komentar: