e-mail: unpadhistorian15@gmail.com

Mengenal Sosok H.O.S Tjokroaminoto: Penggerak dari Semua Pergerakan

Oleh Haekal Ghifari
180310150026

H.O.S Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, JawaTimur 16 Agustus 1882 (ada yang menulis beliau lahir 20 Mei 1882. Tepat pada waktu Gunung Krakatau meletus). Ia merupakan anak kedua dari dua belas bersaudara putra dari Raden Mas Tjokoamiseno, seorang Wedono (pembantu pimpinan wilayah Daerah Tingkat II kabupaten) di Kleco, Madiun dan cucu R.M Adipati Tjokronegoro bupati Ponorogo. De Ongekroode Van Java (Raja Jawa tanpa mahkota) seperti itulah kaum Kompeni Belanda menyebutnya. Pergerakkannya dalam membela kaum pribumi saat itu benar-benar menempatkannya menjadi seorang tokoh yang dihormati. Bersama istrinya, Suharsikin yang merupakan anakbupati Ponorogo, mereka mendirikan indekost di rumahnya di gang Paneleh VII, Surabaya, dan melalui rumah inilah Tjokroaminoto menyalurkan pemikirannya dalam agama maupun politik yang akhirnya menjadi cikal bakal pembentukan tokoh–tokoh penting di Indonesia. Tercatat Soekarno, Alimin, Muso, Semaoen dan Kartosuwiryo para penggerak rakyat menuju kemerdekaan, besar di rumah ini. Soekarno dan Muso kala itu bersekolah di HBS, Semaoen dan Alimin bekerja di ISDV, dan Kartosuwiryo bersekolah di NIAS. Tjokroaminoto memberikan pandangan tentang arti kemerdekaan dari penjajahan sesama manusia, penyetaraan derajat, pentingnya persatuan rakyat, dan perlunya zelfbesture (pemerintahan sendiri) dalam berkehidupan (Amelz, 1952). Di meja makan seluruh penghuni rumah kerap mendiskusikan nasib bangsa, hal ini menunjukan Tjokroaminoto memaksimalkan setiap moment di rumah ini walau harus membagi waktu  antara kesibukan dengan keluarga, mengurusi industry batik bersama istrinya, dan juga pengajaran pada murid-murid di indekost. Dengan kata lain Tjokroaminoto memainkan banyak peran secara berssamaan. Kala itu ia sudah dikenal sebagai seorang yang radikal dan dianggap sederajat dengan pihak manapun baik Belanda ataupun pejabat lainnya. Ia berkeinginan karakternya dapat dimiliki oleh setiap kawan sebangsanya, terutama dalam bersosialisasi dengan orang asing.
Ketika ia sedang berada di Solo ia didatangi oleh delegasi Sarekat Dagang Islam-Solo untuk bergabung bersama organisasi tersebut dan Tjokroaminoto menyatakan kesiapannya untuk bergabung karena ia merasa sejalan dengan garis perjuangan kemerdekaan yang ia canangkan. Pada awalnya SDI  Samanhudi yang berdiri pada 1905 hanya berorientasi pada agama dan ekonomi,  barulah ketika Tjokroaminoto masuk organisasi tersebut,tepatnya 10 September 1912 ia mengusulkan agar SDI berubah menjadi SI.Hal ini bertujuan agar organisasi tersebut bisa memiliki cakupan yang lebih luas dan berorientasi dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan agama, dengan tanpa meninggalkan misi dagangnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan bergabungnya rakyat pribumi non-pedagang pada organisasi tersebut untuk bersama menegakan keadilan di bumi Imdonesia.
Prestasi pertama Tjokroaminoto ketika ia berhasil menyelenggarakan vergadering (pertemuan) SI pertama pada 13 Januari 1913 di Surabaya, kala itu ia menjabat sebagai ketua cabang Surabaya. Berdasarkan hasil kongres tersebut ia dinobatkan menjadi wakil ketua mendampingi H Samanhudi. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat bagus mengingat ia baru masuk ke dalam organisasi SI pada tahun 1912. Pada kongres SI kedua tanggal 19-20 April 1914 ia diangkat menjadi CSI (ketua umum SI), sedangkan H Samanhudi menjadi ketua kehormatan. Tjokroaminoto ditugaskan untuk membentuk anggaran dasar organisai tersebut. Pada masa kepemimpinannya SI berkembang menjadi organisasi nasional yang sangat pesat dan tercatat pada 1919 anggota SI mencapai 2.500.000 anggota. Pada 1913, SI mengajukan agar diakui sebagai badan hukum yang bersifat nasional, namun hal tersebut ditolak oleh pemerintah Belanda dan hanya mengakui SI yang bersifat kedaerahan.Pada tahun 1916 Tjokroaminoto mengajukan pembentukan parlemen yang dipilih oleh rakyat. Menanggapi hal tersebut pemerintah Belanda membetuk Dewan Rakyat (Volksraad). Tjokroaminto dan tokoh SI lainnya seperti Abdul Muis dan Agus Salim terpilih sebagai anggota Dewan itu.Namun karena hal tersebut dirasa tidak berpengaruh pada cita-citanya untuk mencapai pemerintahan sendiri (zelfbesture) dan cenderung kooperatif dengan pihak Belanda ia pun keluar dari dewan tersebut.
Pada tahun 1920 Tjokroaminoto dimasukkan kedalam penjara karena dinilai pergerakkannya membahayakan pemerintahan Belanda selama 7 bulan, kemudian ia dibebaskan dengan syarat bergabung lagi dengan Volksraad. Di Volksraad ia menunjukkan keberaniannya dengan menentang segala putusan yang merugikan rakyat pribumi.
Tjokroaminoto juga banyak menulis di berbagai majalah dan surat kabar. Salah satunya surat kabar Otoesan Hindia  yang merupakan surat kabar resmi SI, sekaligus sebagai pemilik usaha percetakan Setia Oesaha di Surabaya. Tulisan-tulisan tersebut sangat tajam mengecam pemerintah belanda, karena itulah pada 1923 harian tersebut dilarang terbit. Namun 2 tahun  kemudian bersama Kartosuwiryo, Tjokroaminoto menerbitkan Fadjar Asia. Selain itu ia juga kerap menulis buku salah satunya ialah Islam dan sosialisme (1924), Tarich Islam (1931) dan masih banyak karya lainnya. Pekerjaan lain yang dijalankannya adalah sebagai pengacara. Tjokroaminoto dikenal cerdas dan terampil di meja hijau. Dia seringkali membela anggota-anggota SI yang dituduh melanggar hukum dan Dia senantiasa menunjukan wataknya yang siap membela sesama.
Pada tahun 1929 SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia dengan maksud menentang pemerintah Belanda yang semakin menancapkan Kapitalisme dan Kolonialisme di Indonesia. Dampaknya banyak anggota PSII yang dijebloskan ke penjara dan diasingkan ke Digul, Irian Jaya. Selain itu pegawai negeri dilarang menjadi anggota PSII. Selama karirnya di SI, penulis menilai Tjokro memaksimalkan perannya sebagai ketua dengan melakukan banyak perubahan positif, yang menunjukan jiwa agent of chance timbul dalam dirinya.
Meski rintangan terjadi di PSII, tetapi pribadi Tjokro tetap kokoh, dan terus bekerja keras, sehingga membuatnya sering jatuh sakit. Pada Kongres PSII ke-20 di Banjarmasin menjadi kongres terakhir baginya, sejak saat itu Tjokro sakit-sakitan, namun tetap memaksakan mengurus PSII yang sedang gemuruh karena tekanan dari pemerintah Belanda. Penyakit liver yang dideritanya semakin parah dan pada 17 Desember 1934 , Tjokroaminoto wafat di Yogyakarta dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Berdasarkan SK Presiden No.590 tahun 1961, pada tanggal 9 November 1961, pemerintah Republik Indonesia menganugerahi H.O.S.Tjokroaminoto sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesa.
Setelah kematiannya para murid H.O.S Tjokroaminoto memiliki banyak pengikut dan menyatakan kemerdekaannya masing-masing. Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Kartosuwiryo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949 dan Muso memproklamirkan berdirinya Negara Soviet Indonesia pada 18 September 1948 dan akhirnya saling berseteru. Perbedaan ideologi para muridnya menunjukan adanya perbedaan tafsir dari para muridnya. Andai mereka bisa saling bekerjasama dengan mengesampingkan egonya masing-masing tentu akan lebih baik jadinya.
Terlepas dari ideologi yang dimiliki para murid-murinya, Tjokroaminoto berhasil menanamkan jiwa-jiwa merdeka, yaitu kesetaraan derajat, pentingnya persatuan untuk perubahan, dan terciptanya masyarakat yang religius dan berkeadilan.


Sumber:
Amelz. 1952.  H.O.S. Tjokroaminoto Hidup dan perdjuangannja. Jakarta; Bulan BintangJamil, Rasuli. 2011. Manhaj Bernegara dalam Haji (Kajian Sirah Nabawi di Indonesia). Tanggerang; Media Madania

2 komentar:

  1. Tulisan yang kaya akah Inspirasi kisah dari perjalanan hidup Cokroamito.
    Yang ditulis dalam balutan cerita yang padat dan singkat. Alangkah lebih baik jika memberikan penekanan dan perbandingan dengan Kehidupan bangsa saat ini. apalagi ditaburi dengan bumbu sember-sumber yang merenyahkan pembaca, saat membacanya pasti akan lebih mantap

    BalasHapus