KONFERENSI ASIA AFRIKA BAGI BANDUNG

Farisa Nurul Azhari

180310150012

Bila mengingat tentang Konferensi Asia Afrika, pasti yang melekat dipikiran kita adalah bagaimana tegangnya masa setelah berakhirnya Perang Dunia II, walaupun perang ini telah berakhir namun tidak menutup kemungkinan akan muncul perang yang lebih tidak terduga. Ya, ketegangan pun muncul saat munculnya resiko Perang Dunia III yang diperkirakan akan lebih besar daripada Perang Dunia II, karena kedua blok yakni Blok Barat (USA, Eropa Barat, dan Negara-negara kapitalis dan satelitnya) dan Blok Timur (URSS, RRT, dan Negara-negara sosial/komunis lainnya) yang ikut ambil peran dalam perang ini bersengketa memiliki bom nuklir yang lebih mengerikan daripada bom yang sudah ada yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Kondisi ini terus menegang sebab kedua blok pun berusaha dengan segala cara untuk menarik Negara-negara Asia dan Afrika menjadi milik mereka, tidak perduli dengan cara kotor sekalipun demi bergabung dengan bloknya. Disamping itu, rakyat-rakyat di Asia dan Afrika mengalami ketidaksejahteraan akibat dari penjajahan, perbudakan, yang mengakibatkan kelaparan, keterbelakangan, kemiskinan, dan lain-lain selama ratusan tahun yang dilakukan oleh Negara-negara Blok Barat.

Indonesia sendiri sudah menetapkan kebijakan luar negerinya sejak awalmasa kemerdekaannya (pidato Bung Hatta pada tahun 1948) yang mendapat nama “bebas aktif”pada awal tahun 50-an (Program Kabinet Sukiman tahun 1952 dan pidato Bung Karno 17 Agustus 1952), artinya tidak berpihak kepada blok manapun, tidak berdasarkan kepentingan asing, tetapi ikut aktif dalam menghapuskan penjajahan di muka bumi dan menciptakan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial, sebagaimana tersurat dalam UUD- nya (Khudori Darwis, 2013). Kemudian tahun 1950-an kondisi penjajahan di Indonesia masih terlihat, perbedaan aliran dan pendapat politik, bahkan konflik bersenjata, sebagai kekuatan bagi Blok Barat. Selain itu dari Blok Timur yang menyandera Irian Barat oleh Belanda. Walaupun terdapat perbedaan politik, tetapi para pemimpin Indonesia masih disatukan oleh semangat yang sama dengan rakyat, yakni anti penjajah, ingin merdeka, solidaritas dengan bangsa-bangsa terjajah, keinginan untuk merdeka dan terbebas dari penjajah. Dari sanalah muncul kekuatan untuk memiliki tujuan yang sama dan lahirlah KAA (Konferensi Asia Afrika).

Konferensi Asia Afrika atau biasa disingkat KAA kadang juga disebut Konferensi Bandung merupakan sebuah konferensi antar Negara Asia dan Afrika, yang didalamnya terdiri dari Negara-negara yang baru saja merdeka. KAA ini diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, India dan Pakistan serta bekerjasama dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Sebanyak 29 negara
yang mewakili negaranya ikut menghadiri Konferensi Asia Afrika di Bandung. Tujuan konferensi ini adalah untuk merefleksikan tentang apa yang mereka pandang sebagai kekuatan-kekuatan Barat, untuk kemudian dimusyawarahkan secara bersama perihal keputusan-keputusan yang akan mempengaruhi Asia maupun Afrika dalam Perang Dingin nantinya. Perang dingin yang sangat dapat
berdampak buruk bagi Asia dan Afrika, dengan munculnya ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok dengan Amerika Serikat, penentangan terhadap kolonialisme, keinginan Indonesia untuk mempromosikan haknya terhadap pertentangannya dengan Belanda mengenai Irian Barat di Blok Timur. Selain itu, tujuan dari diadakannya Konferensi Asia Afrika ini adalah untuk menciptakan perdamaian dan ketentraman hidup bangsa-bangsa di kawasan Asia Afrika. Serta memajukan kerjasama antar bangsa Asia Afrika untuk mengembangkan kepentingan bersama, persahabatan, dan hubungan bertetangga yang baik, meninjauh kedudukan Asia Afrika serta rakuat di dunia, dan sumbangan bagi perdamaian dan kerjasama. 

Bukan hanya itu saja, Konferensi Asia Afrika pun bertujuan untuk mempertimbangkan masalah-masalah sosial, ekonomi, kebudayaan bagi Negara-negara anggota KAA, dan juga mempertimbangkan masalah khsus bangsa-bangsa Asia dan Afrika, seperti kedaulatan nasional, rasialisme dan kolonialisme. Pertemuan pertama diadakan tanggal 18-24 April 1955, di Gedung
Merdeka Bandung. Pertemuan kedua diadakan tanggal 19-24 April 2005 di Jakarta dan Bandung. Pertemuan ketiga diadakan tanggal 19-24 April di Jakarta dan DI Bandung. Ketiga pertemuan tersebut sangat berkesan dan memberikan dampak positif tersendiri bagi Indonesia karena menjadi tuan rumah pertemuan Konferensi Asia Afrika terbesar. Kemudian dalam hasil Konferensi ini pun
tertuang dengan apa yang disebut sebagai Dasasila Bandung, yang berisikan tentang “Pernyataan mengenai dukungan bagi kerusuhan dan kerjasama dunia”. Dasasila ini pun dicampurkan dan dimasukkan dengan prinsip Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru. Dengan pelopor Konferensi Asia Afrika yang terdiri dari :

1. Ali Sastroamidjojo (Indonesia)

2. Mohammad Ali Bogra (Pakistan)

3. Jawaharlal Nehru (India)

4. John Kotelawala (Sri Lanka)

5. U Nu (Myanmar)

Bandung, bagi Konferensi Asia Afrika ini terlihat dengan berdirinya museum Konferensi Asia Afrika yang terletak di jalan Asia Afrika. Lokasinya pun sangat strategis karena letaknya berada di pusat kota yang berdekatan dengan Mesjid Raya Bandung dan Alun-Alun Kota Bandung. Museum ini merupakan salah satu bukti sejarah dan saksi sejarah karena Indonesia khususnya Bandung yang telah mengabadikan peristiwa sejarah Konferensi Asia Afrika. Pertemuan yang ketiga yakni tanggal 19-23 April 2015 yang dilaksanakan di Jakarta, serta tanggal 24 April 2015 merupakan acara terbesar bila
dibandingkan dengan pertemuan KAA sebelumnya karena kali ini KAA berpartisipasi dengan puluhan Negara di dunia. Dengan ditetapkannya Bandung sebagai ibukota solidaritas Asia Afrika, serta dalam rangka peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika yang sangat berlangsung meriah, sampai-sampai kota Bandung dihiasi dengan acara KAA oleh para tokoh atau pemimpin wakil dari
negaranya dalam menghadiri KAA. Menurut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, pusat kajian kerjasama Negara-negara Asia Afrika ini memberikan banyak potensi yang baik, khususnya
dalam mengevaluasi hubungan bilateral maupun multilateral yang terjalin antara Negara-negara. Dengan begitu, KAA ini dijadikan sebagai wadah bertukar informasi serta wadah untuk berdiskusi untuk membahas mengenai kerjasama terkait potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, sosial maupun teknologi unggulan yang ada di berbagai sektor. Hal tersebut dimuat dalam berita National
Geographic tanggal 3/04/2015.

http://www.bandungspirit.org/IMG/pdf/khudori-kaa- gnb-anri- koreksi.pdf

http://nationalgeographic.co.id/berita/2015/04/3-kesepakatan- dari-hasil-konferensi-asia- afrika-3

http://tempatwisatadibandung.info/museum-konferensi- asia-afrika/