Dunia Pendidikan Indonesia Sekarang Bukanlah Dunia Pendidikan yang Dahulu

Oleh Hendro Hadi Subianto

180310150033

Pendidikan berasal dari kata didik yang berarti memebri latihan dan memelihara ajaran, bimbingan, mengenai akhlak dan kecerdasan fikiran (W.S, Indrawan:133). Dalam proses pendidikan terjadi proses komunikasi baik satu arah maupun dua arah. Maksud dari komunikasi satu arah yakni, sang guru memberikan materi tanpa ada pertanyaan dari sang murid, sendangkan komunikasi dua arah yakni sang guru membeirkan materi dan seng murid dapat bertanya mengenai materi yang disampaikan oleh sang guru. Dari kedua hal ini, Indonesia sedang menerapkan komunikasi dua arah. Hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih aktif dan lebih kritis dengan informasi yang mereka dapat.

Pendidikan juga tidaklah sebatas di sekolah, namun juga di rumah dan lingkungan bergaul daripada murid. Setiap orang tua berkewajiban memberikan pendidikan pada murid yang sedang menempuh pendidikan maupun yang tidak menempuh pendidikan. Mengingat apa yang peran orang tua emban adalah guru pertama mereka sebelum didaftarkan ke dalam sekolah, sehingga murid sudah diberi bekal ilmu berupa budi pekerti, agama, dan sedikit ilmu seperti matematika dan membaca. Hal ini bertujuan agar murid dapat bergaul dalam masyarakat karena mereka sudah mengerti dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Dari beberapa hal yang telah disebutkan oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa yang merubah sikap dan sifat seorang murid ialah terdapat tiga faktor lingungan, yakni ingkungan keluarga, lingkungan masayrakat, dan lingkungan sekolah. Ketiga faktor lingkungan ini sangatlah berpengaruh terhadap cara pola pikir dan mental daripada seorang murid dengan kata lain, ketiga faktor ini saling berkesinamungan. Namun dalam realita kehidupan dan pendidikan di Indonesia, ke tiga faktor yang telah disebutkan oleh penulis tidak saling mendukung.

Mengingat kasus yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia, akhir-akhir ini sangat lah miris dengan apa yang terjadi. Seperti halnya kasus kekerasan senior terhadap junior maupun kasus pembunuhan yang baru saja terjadi, yakni pembunuhan yang dilakukan oleh seorang murid terhadap kawannya yang terjadi sekolah Taruna Nusantara di Yogyakarta tanggal 31 Maret 2017.

Hal ini diakibatkan kekecewaan seorang murid yang berinisial AMR ditegur oleh korban yang bernama Kresna Wahyu Nurachmad karena mengambil uang tabungan milik salah seorang siswa. Karena tidak terima, AMR merasa dendam dan melampiaskan dengan berujung pada pembunuhan yang ia lakukan pada pukul 3.30 W.I.B. tanggal 31 Maret 2017 di barak tempat Kresna beristirahat. Ketika seorang pengasuh datang ke dalam barak yang Kresna tempati untuk membangunkan shalat subuh pukul 4.00 W.I.B. dan sang pengawas pun menemukan jasad Kresna sudah tak bernyawa lagi (jogja.tribunnews.com/2017/03/31/breaking-news-siswa-sma-taruna-nusantara-magelang-ditemukan-meninggal, dibuka pada pukul 15.00 W.I.B. tanggal 02 April 2017)

Mengingat kasus ini, penulis merasa bahwa pendidikan yang diberikan oleh orang tua pelaku  baik dari nilai budi pekerti dan agama sangatlah kurang dicerna dan dipahami sehingga terjadi kasus sedemikian rupa. Dengan kasus ini, penulis mencoba membuka kembali memori pembaca perihal pergerakan nasional kurun waktu dari 1900-1945. Hal ini berkaitan dengan apa yang dicita-citakan oleh para kaum terpelajar pada masa itu.

Berawal dari kebijakan Belanda dengan melakukan Politik Pintu Terbuka, Politik Etis, dan Politik Asosiasi. Hal ini dilakukan agar tenaga kerja dari Hindia Belanda menjadi terdidik dan dapat dibayar dengan upah yang sedikit. Hal ini juga merubah sistem pembelajaran pesantren dengan pembelajaran dari Barat yang merujuk pada kebergantungan kepada budaya Barat, sehingga para pelajar melupakan identitas dari budaya pribumi (Suryanegara, Ahmad Mansur. 2009:326).

Dalam politik etis yang dilangsungkan pada masa itu, Belanda membuat sekolah dengan kategori-kategori tahapan seperti Lager Onderwijs (Pendidikan Rendah), Middlebaar Onderwijs (Pendidikan Lanjutan), Hooger Onderwijs (Pendidikan Tinggi), dan Vakonderwijs (Sekolah Kejujuran) (Suryanegara, Ahmad Mansur 2009:303). Setiap pendidikan yang ditempuh oleh rakyat pribumi diperuntukan sebagai lahan bagi Belanda untuk menambah kapasitas pekerja, bilamana kapasitas pekerja sudah terpenuhi maka oleh pemerintah Belanda sekolah yang bersangkutan akan ditutup. Ditambah pula dengan setiap sekolah tidak lah menerima semua rakyat pribumi untuk bersekolah, melainkan ada beberapa sekolah yang hanya menerima bangsawan-bangsawan. Perlu diingat, bahwa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Belanda pada masa itu diperuntukan untuk memecah belah bangsa degan cara melalui pendidikan sehingga rakyat-rakyat pribumi yang sekolah di tempat yang sudah disediakan oleh Belanda akan menjadi loyal terhadap pemerintahan Belanda.

Untuk menghancurkan cita-cita yang dilakukan Belanda terhadap orang-orang pribumi, maka para bangsawan Arab yang  tinggal di Indonesia, mebuat sekolah berbasis pendidikan Islam yang bernama Djamiat Choir pada 17 Juli 1905 di Batavia dengan maksud untuk menanamkan rasa nasionalisme terhadap negara Indonesia (Suryanegara, Ahmad Mansur. 2009:344).  Mengapa bangsawan Arab turut ambil andil dalam program mencerdaskan bangsa? Penulis beragapan bahwa pada masa itu, terjadi pergerakan-pergerakan pembaharuan nilai-nilai Islam di Timur Tengah, sehingga para aktifis Islam ini merasa bahwa melalui pendidikan mereka dapat mennghancurkan nilai-nilai Imperialisme yang dilakukan oleh penjajah dari Barat. Sehingga timbulah rasa kebersamaan, karena Islam tak dapat maju dengan hanya satu golongan saja, namun semua golongan haruslah berpartisipasi agar nilai-nilai Islam dapat ditegakakn di muka bumi ini.

Selang beberapa tahun kemudian, beridrilah Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 di Batavia, yang beranggotakan siswa-siswa dari STOVIA (School Tot Opleiding Onderwijs) atau disebut dengna nama bahasa Indonesia yakni sekolah kedokteran. Disini terlihat bahwa Belanda merasa terancam dengan apa yang dilakukan oleh bangsawan-bangsawan Arab dalam rangka mencerdaskan rakyat pribumi. Sehingga dibuatlah Budi Oetomo.

Walaupun dua organisasi ini bertujuan untuk mencerdaskan bangsa, namun Boedi Oetomo berorientasikan bahwa yang ditegakan adalah Djawa Raja, bukan Indonesia Raya, hal ini diakibatkan oleh Belanda yang merasa bahwa pergerakan kaum muslim Indonesia kala itu akan menghambat kebijakan politik etis yang ditunjukan untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Perlu diingat apa yang dilakukan oleh Belanda adalah politik pecah belah atau yang sering disebut dengan Divide and Rule (Suryanegara, Ahmad Mansur, 2009:303 ).

Dilihat dari apa yang orientasikan oleh kedua organisasi ini, maka organisasi Djamiat Choir mendapat respon yang baik dari masyarakat pribumi, karena dapat terlihat dari apa yang diorientasikan oleh Djamiat Choir adalah mencerdaskan bangsa melalui pendidikan Nasionalisme bangsa. Dapat dilihat bahwa Achmad Dahlan yang seorang dari Djamiat Choir membuat organisasi Muhammadiyah, dengna tujuan agar pengaruh dari Djamiat Choir dapat disebar luaskan.

Dalam masa pergerakan nasional terlihat bahwa setiap organisasi mempunyai misi untuk mencerdaskan bangsa agar dapat membebaskan diri mereka dari penjajah Barat. Sehingga setiap masyarakat berlomba-lomba untuk mengikuti pendidikan yang diselengarakan pada masa itu. Ini lah yang dimaksud oleh penulis, apa yang membedakan antara masa pergerakan nasional dan masa sekarang ialah pada masa pergerakan nasioanla lingkungan masyarakat, keluarga dan sekolah menunjang bagi siswa untuk berkembang sehingga menhasilkan pribadi yang terpelajar dan juga mempunyai budi pekerti yang baik, mengingat masyarakat masa itu sudah jenuh dengan apa yang sudah dilakukan oleh bangsa Barat terhadap rakyat pribumi. Hal ini dilandaskan oleh persamaan nasib yakni dijajah oleh bangsa Barat.

Jika melihat realita dunia pendidikan sekarang sangatlah mungkin bila seorang murid dapat menjadi seorang terpelajar dengan budi pekerti yang baik, bilamana lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah mendukung terciptanya generasi bangsa yang terpelajar baik akhlak maupun fikiran.

Referensi

Buku :

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2009. Api Sejarah. Bandung : Salamadani.

WS, Indrawan. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang : Lintas Media

Internet:

jogja.tribunnews.com/2017/03/31/breaking-news-siswa-sma-taruna-nusantara-magelang-ditemukan-meninggal, diakses pada pukul 15.00 W.I.B. tanggal 02 April 2017.