e-mail: unpadhistorian15@gmail.com

20 Mei Merupakan Hari Kebangkitan Nasional?


Oleh Suhendro
180310150054
D:\hari-kebangkitan-nasional.jpg

Hari Kebangkitan Nasional Indonesia diperingati setiap tanggal 20 Mei. Tanggal tersebut dipilih berdasarkan hari lahirnya “Boedi Oetomo” yang dikatakan sebagai pelopor kebangkitan nasional Indonesia. Kebangkitan Nasional merupakan peringatan tentang mulai munculnya kesadaran rakyat akan ketidakadilan yang mereka terima dari sistem kolonialisasi yang diterapkan oleh Belanda. Kesadaran tersebut memunculkan berbagai pergerakan-pergerakan nasional untuk melawan kolonialisasi Belanda. Pergerakan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia mulai muncul dalam suatu bentuk organisasi-organisasi. Beberapa organisasi yang dapat dikatakan sebagai pelopor kebangkitan nasional tersebut adalah Boedie Oetomo, Sarekat Islam, dan Indische Partij. Diantara organisasi-organisasi pelopor tersebut Boedi Oetomo dilihat sebagai pelopor pertama kalinya dalam periode kebangkitan nasional. Oleh karena itulah hari lahir Boedi Oetomo yang jatuh pada tanggal 20 Mei 1908 dipilih sebagai Hari Kebangkitan Nasional Indonesia.
Boedi Oetomo dianggap sebagai representasi kebangkitan nasional, sampai saat ini pun hari kebangkitan nasional masih diperingati setiap tanggal 20 Mei, namun apakah hal tersebut merupakan suatu hal yang tepat? Apakah 20 Mei memang sudah tepat digunakan sebagai peringatan Hari Kebangkitan Nasional? Terdapat pendapat yang mengatakan bahwasanya Sarekat Islam lebih dahulu didirikan dibandingkan dengan Boedi Oetomo, oleh karena itu seharusnya yang dijadikan sebagai hari kebangkitan nasional adalah hari lahir Sarekat Islam bukan Boedi Oetomo. Pendapat ini dikemukakan oleh suatu kelompok kecil yang dipelopori oleh Tamar Djaja yang menyatakan bahwa Sarekat Dagang Islam didirikan pada 16 oktober 1905, dan Sarekat Islam setahun kemudian. Kiyai Haji Samanhoeddhi juga mengungkapkan pendapat yang sama. Oleh karena pendapat tersebut, Hari Kebangkitan Nasional dikatakan seharusnya diperingati bukan berdasarkan hari lahir Boedi Oetomo yang jatuh pada tanggal 20 Mei 1908, melainkan berdasarkan hari lahir Sarekat Islam yang menurut Tamar Djaja jatuh pada tanggal 16 Oktober 1905.
Sarekat Islam merupakan satu organisasi yang lebih luas jika dibandingkan dengan Boedi Oetomo. Maksud lebih luas adalah soal orientasi gerakan organisasinya. Berbeda dengan gerakan-gerakan lainnya, Sarekat Islam merupakan total, artinya tidak terbatas pada suatu orientasi tujuan, tetapi mencakup pelbagai bidang aktivitas, yaitu ekonomi, sosial, politik, dan kultural. Tambahan pula di dalam gerakan itu agama islam berfungsi sebagai ideologi sehingga gerakan itu lebih merupakan suatu revivalisme, yaitu kehidupan kembali kepercayaan dengan jiwa atau semangat yang berkobar-kobar. Semangat religius tidak hanya menjiwai gerakan itu, tetapi juga memobilisasi pengikut yang banyak. Berpuluh-puluh cabang berdiri tersebar di seluruh Indonesia. (Kartodirdjo, 1993: 107). Jika ibandingkan dengan Sarekat Islam, maka Organisasi Boedi Oetomo terlihat lebih sempit, atau bisa dikatakan sebagai suatu organisasi yang eklusif. Boedi Oetomo lebih berfokus kepada bidang pendidikan dan juga anggotanya hanya terdiri dari kaum terperlajar dan priyayi saja, serta hanya terbatas pada daerah Jawa dan Madura. Walaupun nantinya pada akhir-akhir tahun 1920-an berubah menjadi organisasi Indonesia yang tidak terbatas pada etnis Jawa saja, namun citra organisasi khusus etnis Jawa masih menempel erat ditubuh Boedi Oetomo. Hal tersebut tidak seperti Sarekat Islam yang mana sejak awal tidak membatasi pada satu etnis atau daerah saja, namun melebarkan sayapnya ke seluruh Indonesia, terbukti dengan banyaknya cabang dan anggota Sarekat Islam di seluruh Indonesia. Karena partai tersebut memusatkan perhatiannya secara eklusif bagi orang-orang Indonesia, maka ia mendapatkan pengikut-pengikutnya dari semua kelas, baik di kota maupun di desa. Para pedagang muslim, para pekerja di kota-kota, para kiai dan ulama, dan bahkan beberapa priyayi, dan di atas segala-segalanya petani ditarik ke dalam gerakan massa politik yang pertama dan terakhir di Indonesia di jaman kolonial. (Benda, 1980: 64). Kurangnya dukungan massa pada Boedi Oetomo juga memperlihatkan kurang begitu pentingnya organisasi ini dalam didalam kedudukan politik Indonesia. Massa yang diperoleh oleh Sarekat Islam tidak dapat dibandingkan dengan massa Boedi Oetomo yang terbatas pada satu golongan di satu daerah saja. Sarekat Islam mempunyai massa yang sangat besar. Dalam pada itu Sarekat Islam (SI) dalam periode awal perkembangannya merupakan suatu “Banjir Besar”, dalam arti bahwa massa dapat dimobilisasi secara serentak besar-besaran, baik dari kota-kota maupun daerah pedesaan. Timbulah suatu pergolakan yang melanda seluruh Indonesia. Gerakan massa semacam itu dianggap sebagai ancaman langsung terhadap penguasa kolonial. (Kartodirdjo, 1993: 107). Perbedaan dalam massa dan kedudukan politik Boedi Oetomo dengan Sarekat Islam bisa menjadi satu hal penilaian dan pembanding mana yang lebih tepat untuk dijadikan wajah kebangkitan nasional Indonesia.
Jika dilihat dari penuturan Tamar Djaja dan Konfirmasi dari Kiyai Haji Samanhoeddhi terkait hari lahir Sarekat Islam yang jatuh pada tanggal 16 oktober 1905, maka Sarekat Islam bisa dikatakan lebih dahulu ada dibandingkan Boedi Oetomo. Kehadiran Sarekat Islam yang lebih awal muncul sebagai organisasi dibanding organisasi–organisasi lain, serta ditambah dengan sepak terjang organisasi tersebut dalam kancah pergerakan nasional Indonesia,  pantaslah sekiranya jika Sarekat Islam dianggap sebagai pelopor awal kebangkitan nasional dan seharusnya hari lahirnya diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Oleh karena hal tersebut maka Hari Kebangkitan Kasional yang setiap tahunnya jatuh pada 20 Mei mungkin harus dikaji kembali.

Sumber:
Benda, Harry J. 1980. Bulan Sabit dan Matahari Terbit. Jakarta: Pustaka Jaya
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Noer, Deliar. 1980. Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Poesponegoro, Marwati Djoened, dkk. Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Jakarta: Balai Pustaka




2 komentar: